Hidup
adalah soal keberanian. Keberanian menghadapi tanda tanya tanpa kita bisa
mengerti, tanpa kita bisa mengelak. Terimalah dan Hadapilah (Soe Hok Gie).
Idealisme
MAPALA
Menurut
saya Tidak ada patokan yang ideal untuk menjadi mahasiswa pecinta alam,
kekuatan fisik, skill yang tinggi, atau gaya khas pecinta alam itu semua
bukanlah semata tolok ukur seorang mahasiswa pecinta alam. Menurut saya hanya
ada satu syarat untuk menjadi pecinta alam, dari syarat tersebut akan berimbas
pada pembentukan karakter kita secara keseluruhan sebagai pecinta alam, syarat
tersebut adalah berani, bukan berani untuk menaiki gunung, memanjat tebing,
menjelajahi hutan atau mengarungi sungai, tapi berani untuk mau mencintai alam!
Dari
berani untuk mau mencintai alam maka kita akan berani untuk mengenal alam, dari
mengenal alam kita akan tahu dan memahami alam, dari memahami alam kita akan
tahu betapa kita (manusia) tidak bisa dilepaskan dari alam, dari pengetahuan
tersebut akan muncul rasa cinta kita terhadap alam, dan dari rasa cinta
terhadap alam maka akan muncul konsekuensi untuk menjaganya.
Tidak
mudah memang untuk menjadi seorang pecinta alam apalagi dengan status
mahasiswa, karena mahasiswa dianggap lebih intelektual dari mereka yang mungkin
tidak berkesempatan untuk menikmati bangku kuliah, lebih ekspresif dan reaktif
daripada mereka yang mungkin tidak mendapatkan akses layaknya mahasiswa.
Terlebih lagi sebagai seorang MAPALA kita dituntut untuk bisa menjaga moral dan
etika kita terhadap alam sebagai konsekuensi nama yang kita sandang. Mahasiswa
pecinta alam bukanlah mahasiswa penikmat alam (walaupun mereka menganggap diri
mereka sebagai pecinta alam) yang apabila mengunjungi suatu tempat tertentu di
alam selalu mencantumkan identitas mereka dengan coretan di batu, tembok, atau
sayatan di pohon. Yang hanya peduli pada ego mereka dengan membuang sampah di
sembarang tempat dan hanya diam ketika tahu bahwa alam disekitar mereka rusak.
Mahasiswa
pecinta alam juga bukanlah mahasiswa penakluk alam (walaupun mereka juga
menyebut dirinya sebagai pecinta alam) yang dengan egonya selalu tertantang
untuk menaklukkan kondisi alam tertentu, seraya dengan bangga menceritakan
tempat-tempat yang pernah ditaklukkannya.
Bagi
pecinta alam sejati, alam adalah sebuah rahasia atau misteri.
Sebuah
coretan di Gunung Lawu baru-baru ini mengatakan, “Jangan menjadikan alam
tantangan”. Bisa jadi ada benarnya. Semakin pecinta alam merasa bahwa alam
adalah tantangan maka semakin alam menjadi seperti musuh yang harus
ditaklukkan. Padahal, alam bukan musuh. Alam itu seperti garbha grha di sebuah
candi. Ibarat rahim ibu, tempat kita lahir. Di dalamnya termaktub rahasia
kehidupan, sejak asal mula, sampai kepada kematian. Bagaimana kita mengetahui
rahasianya selain menceburkan diri dan mencintainya? Inilah hakekat pecinta
alam sejati.
Kesimpulannya
adalah bahwa manusia tidak bisa dilepaskan dari alam, alam itu netral, alam
adalah reflektor pasif yang menunjukkan bagaimana perilaku kita terhadapnya.
Mahasiswa pecinta alam adalah mahasiswa yang sadar akan kapasitasnya dalam
berpartisipasi sebagai mahluk hidup yang hidup di alam. Mencintai alam berarti
sadar akan konsekuensi atas rasa cintanya terhadap alam. Alam tidak hanya untuk
dinikmati, alam juga bukan untuk ditaklukkan. Dalam upaya mencintai alam
dibutuhkan keberanian dan kemauan.
Salam Rimba...