INTERNALISASI DAN EKSTERNISASI
TERHADAP MAKAM SYEKH ANOM SIDA KARSA
DI DESA GROGOL BENINGSARI,
PETANAHAN, KEBUMEN
Penelitian ini diajukan dalam rangka mengikuti lomba KIR
yang diadakan oleh
Dibuat oleh tim MA YAPIKA dengan anggota:
1.
Wartini
(Ketua Tim)
2.
Ahmad
Maghfur Ali
3.
An
Nisa Al Insyirah
4.
Faiz
Anas
5.
Misad
Daftar Isi ……………………………………………………………..
Kover
Lembar Judul
Kata Pengantar
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………… 1
A.
LATAR BELAKANG MASALAH ...................................... 1
B.
RUMUSAN MASALAH ....................................................... 2
C.
TUJUAN PENELITIAN …………………………………… 2
D.
MANFAAT PENELITIAN ………………………………… 2
E.
SISTEMATIKA PEMBAHASAN …………………………. 3
BAB II KERANGKA TEORITIS ………………………………….. 4
A.
LANDASAN TEORI ………………………………………. 4
B.
METODE PENELITIAN ………………………………….. 6
1. Jenis Penelitian …………………………………………… 6
2. Lokasi penelitian …………………………………………. 6
3.
Subjek penelitian …………………………………………. 6
a.
Observasi (participant observation)
b.
Wawancara Terstruktur
BAB III HASIL PENELITIAN
A.
INTERNALISASI MASYARAKAT TERHADAP
MAKAM SYEKH ANOM
SIDAKARSA
1.
Internalisasi Terhadap Syekh Anom Sidakarsa
2.
Sejarah Singkat Syekh Anom Sidakarsa
B.
EKSTERNALISASI TERHADAP
MITOS SYEKH ANOM SIDAKARSA
BAB IV PENUTUP
A.
KESIMPULAN
B.
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Daftar Pustaka
Departemen
Agama RI, Al-Qur’an Terjemah.
Drs. KH. M.
Sufyan Raji Abdullah, Lc. Amaliyah Sunnah Yang Dinilai Bid’ah (Jakarta :
Pustaka Al Riyadl, 2006
Imam Muhammad
bin Ismail Al Kahlani, Subulussalam, (Semarang: Toha putra, tt)
Mohammad Ali, Penelitian
Kependidikan Prosedur & Strategi, Bandung: Penerbit Angkasa, 1987.
Muhammad
Ma’shum Zaein, Ternyata Aku orang NU, Jombang: Darul Hikmah, 2008.
Peter L.
Berger, Langit Suci Agama Sebagai Realitas Sosial, Jakarta: LP3ES, 1990.
Pius A.
Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Arkola,
1994.
Suharsimi
Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka
Cipta, 1989.
SKH Suara
Merdeka, Senin, 13 Oktober 2003.
Tim Bathsul
Masail PC NU Jember, Membongkar Kebohongan Buku “Mantan Kiai NU Menggugat
Shalawat & Dzikir Syirik” , Surabaya: Khalista, 2008.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG MASALAH
Sebuah
peninggalan bersejarah yang bersifat religi di Kabupaten Kebumen sepertinya
sulit ditemukan, namun ternyata kita dapat menemukannya di sebuah Desa kecil
Kecamatan Petanahan yaitu desa Grogol Beningsari, Dukuh Wadas. Di sini kita
dapat menjumpai sebuah Makom Waliyullah yang masih di lestarikan oleh warga
setempat. Diketahui Makom ini adalah Makom Syekh Anom Sida Karsa. Yang mana beliau merupakan keturunan dari Raden Fatah, dengan nama
asli Dullah Sidiq yang hidup pada zaman Hamengkubuono IV.
Beliau
merupakan salah seorang wali yang ikut berperan serta dalam penyebaran agama
Islam di Kebumen.
Penelitian
ini menarik untuk dilakukan atas dasar pertimbangan: pertama, pentingnya
melestarikan peninggalan bersejarah terutama yang bersifat religi apalagi
seperti yang kita ketahui bahwa di Kabupaten Kebumen masih sedikit wisata
religinya.
Kedua,
kami tertarik .mengangkat tema objek wisata religi dibanding wisata keindahan
alam karena dapat diketahui dari isu yang beredar biasanya wisata keindahan
alam banyak digunakan untuk melakukan hal-hal yang bersifat maksiat. Jadi, kami berharap dengan
semakin banyaknya objek wisata religi banyak masyarakat khususnya remaja yang
tertarik untuk mengunjunginya walau hanya sekedar bertawassul, namun
setidaknya sudah ikut berpartisipasi melestarikan sejarah Islam yang ada di
Tanah Jawa.
Ketiga,
kami meneliti makam tersebut karena sejarah persebaran Agama Islam di Kabupaten
Kebumen khususnya di Kecamtan Petanahan. Walaupun Ada dua Makam di kecamatan
Petahanan yaitu makam syeh Abdul Awal dan makam Syekh Sida Karsa. Tetapi kami
memilih Makam Syekh Sida Karasa karena diliht dari pengjungnya lebih banyak dan
setiap akan adanya pemilihan umum maupun pemilihan kepala desa banyak caleg
maupun dari calon kepala desa yang mendatangi makam tersebut. Bahkan dari luar
Kabupaten Kebumen.
B.
RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1.
Bagaimana masyarakat desa Grogol Beningsari menginternalisasikan[1]
makom tersebut sebagai wisata religi?
2.
Bagaimana realisasi masyarakat mengenai mitos[2]
yang berkembang di sekitar makom tersebut?
C.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan
diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui masyarakat desa Grogol Beningsari menginternalisasikan makom tersebut sebagai
wisata religi.
2.
Untuk mengetahui realisasi mengenai mitos yang berkembang di
sekitar makom.
D.
MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan mengenai
objek wisata religi.
2.
Mengetahui tanggapan masyarakat tentang internalisasi makam
sebagai objek wisata religi.
E.
SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Adapun sistematika pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
BAB I berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian dan sistematika pembahasan.
BAB II berisi tentang kerangka teoritis, landasan teoritis, metode
yang digunakan dalam penelitian.
BAB III berisi tentang internalisasi internalisasi masyarakat
terhadap makom syekh anom sida karsa sebagai objek wisata religi, internalisasi
terhadap perkembangan makam, mitos-mitos yang beredar seputar makom syekh anom
sida karsa.
BAB IV berisi penutup yang di dalamnya membahas tentang kesimpulan
dari hasil penelitian, dan saran-saran yang ditujukan bagi pengurus dan warga
sekitar makam.
BAB II
KERANGKA TEORITIS
A.
LANDASAN TEORI
Pada umumnya tujuan seeorang mendatangi makam adalah untuk
berziarah dan bertawassul. Namun kedua hal tersebut menciptakan
perbedaan pendapat, ada yang melarang dan ada pula yang memperbolehkan. Adapun
mereka yang melarang akan hal tersebut dikarenakan anggapan mereka bahwa berziarah
kubur hukumnya haram dan ada yang mengatakan bid’ah. Benarkah demikian?
Ziarah kubur adalah mendatangi kuburan dengan maksud untuk
mendoakan orang yang telah meninggal. Ulama sepakat bahwa ziarah kubur sunnah
hukumnya dan dianjurkan bagi orang islam ziarah kubur baik kuburan keluarganya
atau kuburan umum. Tujuan dianjurkannya ziarah kubur adalah untuk mendoakan
kepada ahli kubur dan sebagai ibrah atau pelajaran bagi peziarah bahwa tidak
lama lagi juga akan menyusul menghuni kuburan sehingga dapat mendekatkan diri
kepada Allah.[3]
عن بريدة
بن الحصب الأسلمي ص.م قال : قال رسول الله ص.م :كنت نهيتكم
عن
زيارة القبر فزورها. رواه مسلم.[4]
Artinya: “Buraidah bin al-Hashib al-aslamy ra.,
berkata: Bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: “Dulu saya pernah melarang kalian
menziarahi kuburan, sekarang ziarahlah” (H.R. Muslim)
Dari
hadits di atas bisa kita simpulkan bahwa memang pernah ada larangan tentang
ziarah kubur, namun itu hanya berlaku jika dalam berziarah tersebut dengan
msaksud untuk meminta bantuan kepada yang ada di dalam kubur (orang mati) bukan
kepada Allah seperti apa yang pernah terjadi pada masa awal berkembangnya islam
dahulu.
Selain
tujuan untuk berziarah, kuburan atau makam juga sering digunakan sebagai sarana
bertawassul kepada Allah. Jika ditinjau dari segi bahasa tawassul
dapat diartikan sebagai permohonan, perantaraan dan suplikasi.[5]
Sedangkan jika ditinjau dari segi istilah tawassul adalah memohon
datangnya manfaat (kebaikan) atau terhindarnya bahaya (keburukan) kepada Allah
dengan menyebut nama seorang nabi atau wali untuk memuliakan keduanya.[6]
Ide
dasar dari tawassul ini adalah perintah Allah untuk beramal dan
mendekatkan diri kepada Allah dan mencari hal-hal yang mendekatkan diri kepada
Allah. Firman Allah SWT:
(#þqäótGö/$#ur Ïmøs9Î) s's#Åuqø9$#
“Dan carilah
jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya (Allah).” (Q.S. Al-Ma’idah: 35)[7]
Ayat ini memerintahkan untuk
mencari segala cara yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT. Artinya,
carilah sebab-sebab tersebut, kerjakanlah, maka Allah akan mewujudkannya. Oleh
karena itu kita dperkenankan bertawassul dengan para nabi dan wali
dengan harapan agar permohonan kita dikabulkan oleh Allah SWT, dengan catatan
kita menjadikan para nabi dan wali tersebut sebagai wasilah (perantara) agar
doa kita bisa tersampaikan kepada Allah.
B.
METODE PENELITIAN
1.
Jenis Penelitian
Jenis penelitian kualitatif lapangan, dengan pendekatan emik yaitu
analisis sikap dan perilaku pada apa yang disampaikan, dipikirkan dan
dipersepsikan oleh informan tentang sejarah Makom Syekh Anom Sida Karsa.
2.
Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Desa Grogol Beningsari, Kecamatan
Petanahan, Kabupaten Kebumen.
3.
Subjek Penelitian
Subjek penelitian ditentukan secara purposive sampling dengan
teknik jemput bola (snow ball sampling) yaitu menelusuri terus subjek yang
dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan penelitian dan dibagi menurut kategori
social sebagai berikut: pengurus atau juru kunci Makom Syekh Anom Sida Karsa,
pengunjung makam tersebut, tokoh agama, pedagang yang mendirikan warung
disekitar makam, dan masyarakat awam pada umumnya yang hidup disekitar makom.
4.
Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan alat-alat pengumpul data
sebagai berikut:
a.
Observasi Partisipan (participant observation)
Yaitu pengamatan yang dilakukan dengan cara ikut ambil bagian atau
melibatkan diri dalam situasi subjek yang diteliti.[8]
Peneliti membuat catatan lapangan secara sistematis dari data pengamatan.
Metode ini dapat digunakan untuk memahami internalisasi dan eksternalisasai
sejarah Makom Syekh Anom Sida Karsa.
b.
Wawancara Terstruktur
Wawancara ini untuk memperoleh informasi secara lebih detail dan
mendalam dari informan sehubungan focus masalah yang diteliti. Dari wawancara ini
diperoleh data penelitian tentang bentuk internalisasi masyarakat terhadap
terwujudnya makom tersebut menjadi objek wisata religi. Wawancara dilakukan
dengan terstruktur dan tidak tersetruktur.[9]
Informasi yang didapat diperoleh dari pengunjung makam, tokoh agama, masyarakat
sekitar.
BAB III
HASIL PENELITIAN
A.
INTERNALISASI MASYARAKAT TERHADAP MAKOM SYEKH ANOM SIDA
KARSA SEBAGAI OBJEK WISATA RELIGI
1.
Internalisasi Terhadap Perkembangan Makam
Manusia adalah makhluk yang berfikir,
memiliki pendirian, bertindak dan melakukan Sesutu berdasarkan suatu alasan
atau pertimbangan atas dasar keyakinannya. Pemikiran dan keyakinan seseorang
terbentuk atas dasar proses belajar yaitu internalisasi terhadap berbagai
informasi yang berkembng di masyarakat. Namun selanjutnya ketika suatu tindakan
telah menjadi suatu tindakan yang berulang-ulang, sudah tidak lagi membutuhkan
pemikiran, menjadi budaya yang relative tidak perlu dipikirkan lagi. Sebagai
contoh, sebagian orang menjadikan
kegiatan ziarah sebagai rutinitas baik untuk mendo’akan orang yang diziarahi
atau hanya sekedar bertawassul atas dasar kepercayaan atau keyakinan
yang dimilikinya.
Bentuk internalisasi masyarakat tersebut dapat kita lihat dari
usaha yang dilakukan dalam upaya melestarikan makom tersebut sebagai objek
wisata religi. Terbukti dari sarana dan prasarana yang sudah tersedia yaitu
mushala, posko informasi, tempat parkir, MADIN, dan MCK. Sementara itu,
bangunan lain milik warga seperti warung sudah berdiri sejak lama. Seperti
warung milik ibu Kasturiyaturrohmah yang berada tepat di depan pintu gerbang
makam. Dan untuk sarana lainnya masih dalam tahap pembangunan.
Awalnya makom tersebut hanya dikelola oleh masyarakat setempat dengan
mengandalkan dana yang diperoleh dari kotak amal yang tersedia diarea makom, juga
dana dari pengurus-pengurus desa dan para donatur yang mau
menyumbangkan dana.
Baru pada tahun lalu pemerintah ikut andil dalam upaya pelestarian
makom tersebut sebagai cagar budaya dan wisata religi dengan memberikan dana
untuk melakukan pembangunan yang lebih baik.
Pihak lain yang berperan penting dalam melestarikan segala apa
yang ada di area makom adalah para peziarah yaitu dengan menjaga dan tidak
merusak fasilitas yang ada.
Perwujudan Internalisasi
masyarakat juga terlihat dari keadaan peziarahnya pada setiap harinya yang
relative ramai. Khususnya pada hari kamis malam (malam jum’at), karena banyak
dari para peziarah yang menjadikan malam tersebut sebagai rutinitas untuk
berziarah. Biasanya peziarah mulai ramai pada bulan menjelang romadhon
(sa’ban). Pada umumnya mereka datang dari berbagai wilayah baik dari wilayah
Kebumen maupun luar Kebumen dengan membentuk suatu rombongan ziarah.
2.
Internalisasi Terhadap Sejarah Makam
Internalisasi
masyarakat lahir dari sejarah Syekh Anom Sida Karsa yang diketahui adalah
seorang waliyullah. Ditelusuri dari silsilahnya ternyata Beliau masih keturunan ke 5 dari Raden Fatah.
DULLAH SIDIQ adalah nama aslinya, beliau hidup pada zaman Hamengku Buono ke-
IV. Konon beliau memang keturunan darah biru, namun karena kecintaannya pada
Sang Kholiq beliau lebih memilih untuk menyebarkan Agama Islam daripada
mementingkan pangkat.
Sebelum
singgah di Desa ini, Syekh Anom pernah babad alas di daerah Demak. Selain itu
beliau juga pernah singgah di Sumpyuh tepatnya di Desa Ngadiasa, tempat lain
yang pernah disinggahinya yaitu Banyumas, Setelah dari Banyumas beliau kembali
lagi ke Demak dengan tujuan untuk perang melawan Belanda. Kemudian beliau
melanjutkan dakwahnya hingga sampai desa ini dan disinilah beliau tinggal
sampai wafat.
Syekh
Anom berguru pada Syekh Abdul Awal bersama tiga teman seperjuangannya yaitu
Syekh Abdul Fatah yang saat ini Makomnya terdapat di daerah Sentul, Syekh
Syahrowardi yang makomnya terdapat di Desa Tanjungsari, dan salah seorang murid
dari desa setempat yang bertugas untuk khutbah yang Makomnya terdapat di
Kuburan Panggel.
Dari
sejarah Syekh Anom yang paling menarik yaitu Pada saat Syekh Abdul Awal akan
menunaikan Ibadah Haji ke tanah Suci, dengan sengaja Syekh Abdul Awal tidak
mengikutsertakan murid-muridnya karena Beliau hanya berniat mengajak istrinya,
oleh karena itu Beliau memberi tugas kepada masing-masing muridnya. Tugas yang
diberikan kepada Syekh Anom adalah diperintahkannya Beliau untuk menunggu
sepuluh beton (isi nangka) yang sedang
dibenem (ditimbun dengan bara api) sampai matang untuk dibagikan kepada
teman-temannya. Anehnya setelah betonnya matang hanya terdapat Sembilan buah,
Hal ini menjadikan Syekh Anom ragu untuk membagikan kepada ketiga temannya.
Untuk menanyakan kebimbangannya Beliau berniat menyusul Sang Guru ke Tanah
Suci. Disinilah terdapat karomah yang luar biasa pasalnya Syekh Anom hanya
mengendarai bekong (tempat beras) untuk sampai ke Mekah, hal yang sama juga
dialami oleh Gurunya yang hanya mengendarai mancung untuk mencapai tempat
tujuan.
Sesampainya
di Mekah Syekh Anom bertemu dengan Sang Guru dengan membawa Sembilan beton yang
masih hangat, lalu Beliau menanyakan mengapa beton yang ada hanya Sembilan buah
padahal sebelumnya Syekh Abdul Awal mengatakan bahwa beton yang dibenem ada
sepuluh buah. Pertanyaan itu diabaikan begitu saja oleh Syekh Abdul Awal,
karena Syekh Anom sudah terlanjur ada di Tanah Suci maka Syekh Abdul Awal
mengajaknya untuk menunaikan ibadah Haji bersama.
Cerita
itulah yang menjadi dasar terciptanya sebuah nama SYEKH ANOM SIDA KARSA yang
mempunyai arti, kata “SIDA” berarti JADI
dan “ KARSA” berarti kesampaian.[10]
Dalam sumber di lokasi menyebutkan,
nama Syeh Anom Sidakarsa tersebut diketahui dari seorang yang selama dua tahun
berturut-turut melakukan riyadloh di makam tersebut pada tahun 1935.
Orang itu yakni almarhum Simbah Chamid dari Kajoran Magelang.
Menurut cerita Simbah Chamid kepada
murid-muridnya yang kemudian diyakini hingga sekarang, Syeh Sidakarsa adalah
cucu dari Sultan Bintoro/Raden Fatah di Demak. Syeh Sidakarsa yang sering juga
disebut Syeh Anom datang ke Kebumen untuk berguru atau nyantri kepada Syeh
Abdul Awwal.
Keberadaan Syeh Abdul Awwal sendiri
bisa dilacak dari makam kiai tersebut yang terletak di Desa Kebonsari Kecamatan
Petanahan atau sekitar 1,5 km sebelah utara makam Syeh Anom.
Begitu dekat dan cintanya Syeh Anom
dengan gurunya itu, dia merasa susah sepeninggal gurunya itu ke tanah suci.
Karena sangat dekatnya, rindu tidak dapat tertahankan. Syeh Anom pun kemudian
bermunajah kepada Allah SWT agar dapat menyusul gurunya.
Di tengah munajahnya itu, tiba-tiba
ada sesuatu yang jatuh. Setelah diperiksa ternyata sebuah blongkeng
(mancung) pohon kelapa. Bagi Syeh Anom, kondisi itu seperti petunjuk dari
Allah, maka dengan izin Allah, Syeh Anom dapat menyusul gurunya dengan naik blongkeng
itu.[11]
B.
Mitos-mitos yang Beredar Seputar Makom Syekh Anom Sida
Karsa
Beberapa mitos yang berkembang di sekitar makom Syekh Anom Sida
Karsa adalah adanya hal-hal aneh berkenaan dengan makom. Misalnya saja pada tahun
80-an saat dilakuktaan pembangunan terjadi kejadian aneh yaitu pohon- pohon
disekitar makom pada saat ditebang yang semestinya merobohi makom tersebut ternyata tiba-tiba
saja berbalik arah tidak jadi merobohinya.
Hal lain yakni adanya sebuah sumur tua yang konon merupakan galian
Syekh Anom yang dipercayai warga apabila airnya digunakan untuk mandi, diminum,
dan cuci muka dapat mengobati penyakit,
bahkan ada yang percaya bahwa air sumur tua itu dapat menjadi sarana ikhtiar
untuk melancarkan reproduksi seksual agar mendapatkan keturunan. Letak sumur ini
berjarak sekitar 300 meter dari lokasi makom Syekh Anom.
Mitos lain lahir dari unur
yang menjadi pusat perhatian peziarah. Unur ini
terdapat disamping makom, yang
tingginya mencapai kira-kira 3 meter, banyak yang percaya unur ini dapat
menjadi penangkal marabahaya. Seperti
yang dilakukan oleh seorang pegunjung
ada yang mengambil unur tersebut dan sengaja meletakannya di jok motor dengan
maksud agar terhindar dari kecelakaan.
Selain itu adanya penampakan sosok misterius yang dianggap sebagai
sosok Syekh Anom Sida Karsa pernah menjadi
perbincangan yang heboh di masyarakat. Namun hal itu mendapat tentangan dari
para tokoh agama,dengan dalil Al-qur’an yaitu Q.S. Yasin: 78.
z>uÑur $oYs9 WxsWtB zÓŤtRur ¼çms)ù=yz ( tA$s% `tB ÄÓ÷Õã zN»sàÏèø9$# }Édur ÒOÏBu ÇÐÑÈ
Artinya: ”Dan ia membuat perumpamaan bagi Kami; dan dia lupa
kepada kejadiannya; ia berkata: "Siapakah yang dapat menghidupkan tulang
belulang, yang Telah hancur luluh?"[12]
Dari dalil diatas dapat disimpulkan bahwa seseorang yang telah
meninggal jasad dan rohnya telah terpisah, jadi tidak mungkin jasad orang yang
telah meninggal bertemu dengan jasad orang yang masih hidup, yang dapat bertemu
hanyalah roh sesama roh itupun hanya dalam mimpi. Sehingga penampakan yang
dilihat oleh manusia dan dianggap sebagai sosok Syekh Anom Sida Karsa tidak
dapat dibenarkan.[13]
BAB IV
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya,maka dapat
disimpulkan bahwa:
1.
Internalisasi masyarakat terhadap Makam Syekh Anom Sida Karsa sebagai
objek wisata relegi melahirkan internalisasi yang beragam.
2.
Mengenai mitos yang berkembang di masyarakat hanya sebagaian orang
yang mempercayainya secara penuh, lainnya hanya sebatas mengetauhi isu-isu
tersebut. Bahkan ada segelintir orang yang tidak mengetahui akan mitos-mitos
tersebut.
B.
SARAN
1.
Untuk pengurus makam
Dari keadaan yang ada sudah terlihat bahwa makam tersebut sudah
dikelola dengan baik. Namun tentunya masih diharapkan adanya perbaikan
layanan-layanan yang mungkin belum bisa dimaksimalkan penggunaanya, seperti
tempat parkir yang kadang dalam pengelolaannya masih kurang, dan dalam
pengaturan keluar masuk kendaraan yang terkadang membingungkan.
Untuk struktur kepengurusan hendaknya lebih jelas dan gamblang
agar tidak membingungkan para peziarah, seperti halnya juru kunci yang mudah
untuk ditemui. Selain itu pengetahuan akan sejarah makam yang jelas agar tidak
ada ketimpangan akan berita yang tersebar. Dan keaktifan para petugas-petugas
seperti halnya petugas posko informasi untuk lebih berdedikasi dengan tugasnya.
Serta perlunya peningkatan keamanan dikarenakan banyaknya laporan akan
kehilangan barang, serta perlunya kesadaran akan kelestarian alam sekitar.
Untuk masalah kegiatan besar makam perlu adanya peningkatan
pelayanan baik dalam penataan dan pengaturan tata letak parkir kendaraan agar
tidak mempersempit badan jalan, mengingat letak makam yang berada di
tengah-tengah lingkungan pedesaan yang sempit.
2.
Untuk masyarakat sekitar makam
Untuk warga sekitar hendaknya lebih menjaga akan kesehatan
pemandangan sekitar makam, agar tak merusak fungsi utama dari wisata religi itu
sendiri. Seperti yang sedang hangat-hangatnya diperbincangkan yaitu makam
sebagai tempat berkumpulnya remaja-remaja yang dalam berkumpulnya mereka
takbermaksud untuk berziarah atau pun memiliki kepentingan di sana.
Selain itu perlunya kesadaran diri akan tempat yang mereka
tempati, baik kesadaran dalam hal penampilan ataupun lingkungan sekitar. Karena
dengan semakin berkembangnya makam tentunya akan menambah daya tarik untuk para
warga menggunakannya sebagai alat penambahan pendapatan. Perlunya partisipasi
masyarakat dalam pempublikasian makam kepada para peziarah, selain untuk
bermuamalah dengan para peziarah.
Daftar Pustaka
Drs. KH. M.
Sufyan Raji Abdullah, Lc. Amaliyah Sunnah Yang Dinilai Bid’ah. Jakarta :
Pustaka Al Riyadl, 2006.
Drs. Mardalis, Metode
Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara, 1989.
Mohammad Ali, Penelitian
Kependidikan Prosedur & Strategi. Bandung: Penerbit Angkasa, 1987.
Pius A.
Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola,
1994.
Prof. Dr.
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta, 1989.
Tim Bathsul
Masail PC NU Jember, Membongkar Kebohongan Buku. Surabaya: Khalista,
2007.
[1] Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer
(Surabaya: Arkola), hlm. 267. Internalisasi = pendalaman, penghayatan,
pengasingan.
[2] Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer
(Surabaya: Arkola), hlm. 474. Mitos = yang berhubungan dengan kepercayaan
primitif tentang kehidupan alam ghaib.
[3] Drs. KH. M. Sufyan Raji Abdullah, Lc. Amaliyah Sunnah Yang
Dinilai Bid’ah (Jakarta : Pustaka Al Riyadl), halm. 162.
[5] Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer
(Surabaya: Arkola), hlm. 743.
[6] Tim Bathsul Masail PC NU Jember, Membongkar Kebohongan Buku
(Surabaya: Khalista), hlm. 4
[7] Departemen Agama RI, Al-qur’an Terjemah, hlm. 113.
[8] Mohammad Ali, Penelitian Kependidikan Prosedur & Strategi,
Bandung: Penerbit Angkasa, 1987, halm. 91.
[9] Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta), hlm. 227.
[10] Hasil wawancara dengan KH. Amin Rasyid B.A salah seorang yang cukup
mengetahui seluk beluk makam Syekh Anom Sida Karsa.
[11] Suara Merdeka, terbitan Senin, 13 Oktober 2003.
[12] Departemen Agama RI, Al-Qur’an terjemah, hal. 445.
[13] Hasil wawancara dengan tokoh keagamaan desa setempat.